Sabtu, 27 April 2013

Rencana Tes Penerimaan

Menurut Anda seberapa penting dilakukan tes penerimaan terhadap sistem yang dibuat? Jelaskan jawaban Anda.

Jawab :
Sangat penting, tes penerimaan pada sistem yang dibuat dimaksudkan untuk mengetahui apakakah sistem tersebut sudah sesuai dengan yang di janjikan ( sesuai dengan keinginan)

‘POST TEST RENCANA TES PENERIMAAN’
Apa saja yang perlu dicek pada kegiatan 'Rencana Penerimaan'? Sebut dan jelaskan 

Jawab :
Melakukan tes percobaan dimana sistem yang baru dicoba beberapa hari adapun jika terjadi kesalahan si pembuat akan memperbaikinya. tidak ada jaminan bahwa kelebihan sistem baru dipakai oleh user, pada hari pertama yang paling berperan adalah tampilan sistem.

Tes satu per satu dimana melakukan tes pada sistem secara satu ersatu dan jika ada yang error maka pembuat akan memperbaikio langsung atau jika parah maka tes dapat ditunda. Rangkaian pengujian inilah yang disebut dengan Rencana Tes Penerimaan (Acceptance Test Plan / ATP). ATP pembuat dalam memperlihatkan keunggulan fungsi - fungsi dari sistem yang baru, user pun tidak takut jika terjadi kesalahan karena segera di perbaiki dan pembuat dapat mengetahui letak error secara langsung namun kekuranganya adalah pembuat akan banyak menulis untuk laporan ATP. Dengan adanya tulisan ATP yang dibuat user itu sendiri maka persentase perimaan sistem baru besar adanya. 

Memastikan sistem sesuai dengan perjanjian adalah penting untuk melakukan ini sehingga user tidak merasa ditipu dan jika belum maka sistem dapat dikembalikan atau malah bisa mencancel.

Menggunakan design, dengan menggunakan design maka tes dapat dikelompokan sehingga dapat mempermudah pengetesan itu sendiri. Selain dengan design cara lain pengelompokan adalah dengan fungsi

Menulis percobaan pada metode satu ini pembuat harus sudah siap dengan membuat sebuah list apa saja yang akan diujikan nanti kepada user.

Daftar rencana tes penerimaan yaitu dengan cara menggunakan hal seperti
  • Hasilkan Fungsi vs. Tabel Percobaan dan semua FS yang dijanjikan telah dialamatkan.
  • Definiskan percobaan dan kumpulan percobaan 
  • Tetapkan tanggung jawab untuk menulis percobaan
  • Klien dan Tim proyek mengetahui bahwa ATP akan ditinjau kembali, direvisi jika perlu, dan     ditandatangani oleh user. Klien mengetahui bahwa keberhasilan penyelesaian dari percobaan akan mempengaruhi penerimaan sistem
  • Tanggung jawab untuk percobaan data telah ditetapkan. Data untuk percobaan seharusnya disediakan oleh tim proyek dan juga user
Kesimpulan untuk rencana tes penerimaan dimana sebaiknya pembuat sistem baru menganjurkan user untuk membuat ATP sehingga user dapat merasa mengawasi dan sebagai pembuat harus dapat membangun sistem dari percobaan.
Kesimpulan untuk tahap design, Pada akhir tahap disain kita menempuh beberapa kejadian penting seperti Dokumen Spesifikasi Disain memuat disain akhir tingkat atas melalui disain tingkat menengah, Tanggung jawab ATP disahkan dan dimulaidan Rencana proyek, khususnya perkiraan perlu ditinjau kembali.



Kamis, 04 April 2013

Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
















Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Pada undang-undang No. 36 Tahun 1999 pasal 38 yang berisikan “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”. Pada undang-undang ini lebih terfokus kepada gangguan yang bersifat infrastruktur dan proses transmisi data, bukan mengenai isi content informasi. Dengan munculnya undang-undang ini membuat terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi.

Dalam undang-undang ini juga tertera tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut.

Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dala undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.

Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yaitu:

Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.

UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.

Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :

1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.

3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.

Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.

KESIMPULAN :
* Adanya keterbatasan undang-undang yang dibuat sehingga hanya efektif sebagian karena kurang kuatnya hukum terhadap instansi pemerintah,korporasi dan sebagainya.
* Ragamnya peraturan perundangan di Indonesia dimana undang-undang yang satu saling bertentangan
* Menghadapi kondisi demikian seyogyanya ada keberanian dan inovasi dari penegak hukum untuk mengefektifkan peraturan yang ada dengan melakukan interpretasi atau kontruksi hukum yang bersumber pada teori atau ilmu hukum,pendapat ahli,jurisprudensi,atau bersumber dari ide-ide dasar yang secara konseptual dapat dipertanggungjawabkan.


Sumber :

http://www.tempo.co.id/hg/peraturan/2004/03/29/prn,20040329-17,id.html
Diposkan oleh Prasetio Utomo di 21.40